Artikel puisi pramoedya ananta toer biography

Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama , selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan 13 Oktober — Juli , Juli — 16 Agustus di Pulau Nusakambangan , Agustus — 12 November di Pulau Buru , November — 21 Desember di Magelang. Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru , namun masih dapat menyusun serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia , 4 roman semi-fiksi sejarah Indonesia yang menceritakan perkembangan nasionalisme Indonesia dan sebagian berasal dari pengalamannya sendiri saat tumbuh dewasa.

Tokoh utamanya Minke, bangsawan kecil Jawa, bercermin pada pengalaman RM Tirto Adhi Soerjo seorang tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Prijaji dan media resmi sebagai sarana advokasi, Medan Prijaji yang diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama. Jilid pertamanya dibawakan secara lisan kepada rekan-rekan di Unit III Wanayasa, Buru, sebelum dia mendapatkan kesempatan untuk menuliskan kisahnya di mana naskah-naskahnya diselundupkan lewat tamu-tamu yang berkunjung ke Buru.

Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember dan mendapatkan surat pembebasan tidak bersalah secara hukum dan tidak terlibat Gerakan 30 September , tetapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga , serta tahanan kota dan tahanan negara hingga , dan juga wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.

Selama masa itu ia merampungkan penulisan Gadis Pantai , novel semi-fiksi lainnya berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu , otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik Ketika Pramoedya mendapatkan Ramon Magsaysay Award diberitakan sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat 'protes' ke yayasan Ramon Magsaysay.

Mereka tidak setuju, Pramoedya yang dituding sebagai "jubir sekaligus algojo Lekra paling galak, menghantam, menggasak, membantai dan mengganyang" pada masa Demokrasi Terpimpin , tidak pantas diberikan hadiah dan menuntut pencabutan penghargaan yang dianugerahkan kepada Pramoedya. Akan tetapi, beberapa hari kemudian, Taufiq Ismail sebagai pemrakarsa, meralat pemberitaan itu.

Katanya, bukan menuntut 'pencabutan', tetapi mengingatkan 'siapa Pramoedya itu'. Katanya, banyak orang tidak mengetahui 'reputasi gelap' Pram dulu. Dan pemberian penghargaan Magsaysay dikatakan sebagai suatu kecerobohan. Akan tetapi, di pihak lain, Mochtar Lubis malah mengancam mengembalikan hadiah Magsaysay yang dianugerahkan padanya pada tahun , jika Pram tetap akan dianugerahkan hadiah yang sama.

Lubis juga mengatakan, HB Jassin pun akan mengembalikan hadiah Magsaysay yang pernah diterimanya. Namun demikian, ternyata dalam pemberitaan berikutnya, HB Jassin malah mengatakan yang lain sama sekali dari pernyataan Mochtar Lubis. Dalam berbagai opininya di media, para penandatangan petisi 26 ini merasa sebagai korban dari keadaan pra Dan mereka menuntut pertanggung jawaban Pram, untuk mengakui dan meminta maaf akan segala peran 'tidak terpuji' pada 'masa paling gelap bagi kreativitas' pada zaman Demokrasi Terpimpin.

Pram, kata Mochtar Lubis, memimpin penindasan sesama seniman yang tak sepaham dengannya. Sementara Pramoedya sendiri menilai segala tulisan dan pidatonya pada masa pra itu tidak lebih dari 'golongan polemik biasa' yang boleh diikuti siapa saja. Dia menyangkal terlibat dalam berbagai aksi yang 'kelewat jauh'. Dia juga merasa difitnah, ketika dituduh ikut membakar buku segala.

Bahkan dia menyarankan agar perkaranya dibawa ke pengadilan saja jika memang materi cukup. Kalau tidak cukup, bawa ke forum terbuka, katanya, tetapi dengan ketentuan saya boleh menjawab dan membela diri, tambahnya. Semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya tidak pernah mendapat kebebasan menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa kali dirinya diserang dan dikeroyok secara terbuka di koran.

Akan tetapi, dalam pemaparan pelukis Joko Pekik , yang juga pernah menjadi tahanan di Pulau Buru, ia menyebut Pramoedya sebagai 'juru-tulis'. Pekerjaan juru-tulis yang dimaksud oleh Joko Pekik adalah Pramoedya mendapat 'pekerjaan' dari petugas Pulau Buru sebagai tukang ketiknya mereka. Statusnya sebagai tokoh seniman yang oleh media disebar-luaskan secara internasional, menjadikan dia hidup lebih baik dalam penahanan itu.

Pramoedya kerap kali menjadi 'bintang' ketika ada tamu dari luar negeri yang berkunjung karena reputasinya di Internasional sangat dihargai. Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer , dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan Jepang.

Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, berakhir tinggal di sana dan tidak kembali ke Jawa. Pramoedya membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru selama masa an. Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa.

Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menceritakan pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia juga telah dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada dan memperoleh penghargaan dari Universitas Michigan. Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok.

Pada 12 Januari , ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di rumahnya di Bojong Gede , Bogor , dan dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes , sesak napas, dan jantungnya melemah. Pameran ini sekaligus hadiah ulang tahun ke untuk Pramoedya. Pameran bertajuk Pram, Buku, dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah diterbitkan di mancanegara.

Ada sekitar buku yang pernah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. Pada 27 April , Pram sempat tak sadar diri. Pihak keluarga akhirnya memutuskan membawanya ke RS Saint Carolus hari itu juga. Pram didiagnosis menderita radang paru-paru , penyakit yang selama ini tidak pernah menjangkitinya, ditambah komplikasi ginjal , jantung , dan diabetes.

Center Sweden. American Center, USA. Pada : Freedom to Writer Award from P. America 9. Pada : Deutschsweizeriches P. Pada : International P. English Center Award, Great Britain. Pada : Stichting Wertheim Award, Netherland. Pada : Ramon Magsaysay Award, Philiphine. Daftar Acuan : Rifai, Muhammad. Warisan Pramoedya Ananta Toer meninggalkan warisan tidak hanya pada keluarga, Blora, kalangan sastrawan, aktivis pergerakan, tetapi pada kita semua umat manusia, yang harus memiliki kesadaran mengembangkan dan melanjutkan warisan tersebut.

Setidaknya menurut sumber tulisan ini ada beberapa hal yang menjadi ciri khas karya Pram, sebagai berikut : Pertama, persoalan tema biografi. Biografinya singkat, padat, dan jelas. Bisa buat tugas biografi penulis angkatan 60' nih Tulis komentar baru. Masuk menggunakan Facebook. Buat akun baru Permintaan kata sandi baru. Puisi : Balada Baladku Tercinta.

Puisi : Cerita di Balik Kelas. Puisi : Juriat Kabit. Puisi : Segores Gambaran Januari Puisi : Sekila Kisah. Puisi : Sekilas Warna. Puisi : Untukmu Kekasihku. Materi Lainnya Wawasan : Biografi Singkat Baca juga: Pokok Terpopuler Hari Ini. Dapur Sastra , , pengunjung. Aku Terlempar. Karya Sastra , , pengunjung. Wawasan , , pengunjung. Beni Guntarman.

Pelaut Sejati Pasti 'kan Soei Rusli. Save Gaza. Karya Sastra , 24, pengunjung. Wawasan , pengunjung. Karya Sastra , pengunjung. However, he felt that the family name Mastoer his father's name seemed too aristocratic. The Javanese prefix "Mas" refers to a man of a higher rank in a noble family. Consequently, he omitted "Mas" and kept Toer as his family name.

He went on to the Radio Vocational School in Surabaya but had barely graduated from the school when Japan invaded Surabaya He believed the Japanese to be the lesser of two evils, compared to the Dutch. He worked as a typist for a Japanese newspaper in Jakarta. As the war went on, however, Indonesians were dismayed by the austerity of wartime rationing and by increasingly harsh measures taken by the Japanese military.

The Nationalist forces loyal to Sukarno switched their support to the incoming Allies against Japan; all indications are that Pramoedya did as well. On 17 August , after the news of the Allied victory over Japan reached Indonesia, Sukarno proclaimed Indonesian independence. In this war, Pramoedya joined a paramilitary group in Karawang , Kranji West Java , and eventually was stationed in Jakarta.

During this time he wrote short stories and books, as well as propaganda for the Nationalist cause. He was eventually imprisoned by the Dutch in Jakarta in and remained there until , the year the Netherlands recognised Indonesian independence. While imprisoned in Bukit Duri from to for his role in the Indonesian Revolution, he wrote his first major novels The Fugitive and Guerilla Family with financial support from the Opbouw-Pembangoenan Foundation , which also published the books.

In the first years after the struggle for independence, Pramoedya wrote several works of fiction dealing with the problems of the newly founded nation, as well as semi-autobiographical works based on his wartime memoirs. He was soon able to live in the Netherlands as part of a cultural exchange program. In the years that followed, he took an interest in several other cultural exchanges, including trips to the Soviet Union and the People's Republic of China , as well as translations of Russian writers Maxim Gorky and Leo Tolstoy.

Artikel puisi pramoedya ananta toer biography

In Indonesia, Pramoedya built up a reputation as a literary and social critic, joining the left-wing writers' group Lekra and writing in various newspapers and literary journals. His writing style became more politically charged, as evidenced in his story Korupsi Corruption , a critical fiction of a civil servant who falls into the trap of corruption.

This created friction between him and the government of Sukarno. From the late s, Pramoedya began teaching literary history at the left-wing Universitas Res Publica. As he prepared the material, he began to realise that the study of the Indonesian language and literature had been distorted by the Dutch colonial authorities. He sought out materials that had been ignored by colonial educational institutions, and which had continued to be ignored after independence.

Having spent time in China, he became greatly sympathetic to the Indonesian Chinese over the persecution they faced in post-colonial Indonesia. Most notably, he published a series of letters addressed to an imaginary Chinese correspondent discussing the history of the Indonesian Chinese, called Hoakiau di Indonesia History of the Overseas Chinese in Indonesia.

He criticised the government for being too centred on Java and insensitive to the needs and desires of the other regions and peoples of Indonesia. As a result, he was arrested by the Indonesian military and jailed at Cipinang prison for nine months. In an October coup, the army took power after alleging that the assassination of several senior generals was masterminded by the Communist Party of Indonesia PKI.

The transition to Suharto's New Order followed, and Pramoedya's position as the head of the People's Cultural Organisation, a literary group with connections to the PKI, caused him to be considered a communist and an enemy of the "New Order" regime. Melalui novel tersebut, Hilmar melihat sisi personal Pram yang luar biasa dimana menunjukkan refleksi mendalam Pram sebagai seorang manusia.

Pada usia 25 tahun, Pramoedya sudah dikenal luas sebagai penulis mapan, bukti dari keteguhannya menempuh jalan yang ia pilih. Bagi Hilmar Farid, warisan Pramoedya adalah cermin perjalanan seorang manusia yang konsisten dan teguh memegang prinsip, sekaligus pengingat akan kekuatan kata-kata dalam menarasikan sebuah bangsa. Baca juga: Khofifah kenang baca novel Pramoedya sembunyi-sembunyi.

Selain itu, Seniman dan Aktris Happy Salma menyebut Pramoedya Ananta Toer sebagai sosok yang luar biasa, seorang penulis yang mampu menggerakkan hati banyak orang melalui karya-karyanya. Menurutnya, generasi saat ini sangat beruntung karena dapat membaca karya Pram secara leluasa, memahami pandangan-pandangan yang memantik keberanian dan solidaritas atas nama kemanusiaan.

Happy Salma menegaskan bahwa di kancah dunia, Pramoedya adalah sosok yang tidak hanya milik Indonesia tetapi juga milik dunia. Dengan karya-karya yang diterjemahkan ke beberapa bahasa, Pram menjadi duta yang mengenalkan Asia melalui sastra.